Baiklah, kali ini saya ingin menulis sedikit cerita saya (salah satu bentuk narsisme) selama saya berada di Ibu Kota negara, senyampang saya belum terserang amnesia akut.
Kita mulai dari pre-trip (ini jenis istilah baru, LOL).
Pre-Trip: Between July - Early September
Cerita diawali ketika di timeline Twitter saya muncul twit dari @hardrockbali878 yang menulis bahwa mereka membutuhkan seorang Creative Assistant (CA) dan seorang reporter. Tanpa pikir panjang, saya langsung mengirimkan CV dan resume saya via e-mail. Tak tanggung-tanggung, saya mengirimkan resume saya hingga 4 kali. Maklum, karena saya rutin mengecek e-mail dan saya tidak mendapat konfirmasi apapun, khawatir karena mungkin resume saya tidak sampai ke admin mereka.
Karena belum juga mendapatkan konfirmasi, akhirnya saya memutuskan untuk mengunjungi official site hardrockfm.com. And, I found what I need! Disitu saya menemukan sebuah link-banner yang membawa saya ke halaman khusus untuk mengirimkan CV. Saya lupa tepatnya tanggal berapa saya memasukkan CV.
Pada Jumat sore (9/06/2011), ketika saya latihan band (istilah kerennya, rehearsal) untuk persiapan konser kecil di almamater, saya mendapat telpon dari nomor 'misterius' dengan kode area 021. Wah, saya kaget sekaligus senang. Didalam pikiran saya, ini pasti dari Trans corp., karena sebelumnya saya juga mengirimkan CV saya ke mereka.
Akhirnya, selepas jam 3 sore usai saya latihan, saya bisa menerima telpon itu. Diseberang telpon ada suara lembut seorang cewek yang memberitahukan bahwa saya mendapatkan panggilan interview dari Hardrock FM, pada hari Senin (12/09/2011) jam 11.30 di Gedung Sarinah Thamrin Lt. 8, Jakarta Pusat. What? Jakarta! Sumpah, ketika itu hati saya langsung nano-nano. Senang karena ini adalah kesempatan besar yang datang sekali seumur hidup, bingung dan takut karena saya belum pernah sekalipun memijakkan kaki di Ibu Kota.
Akhirnya saya langsung berkonsultasi dengan senior saya, mbak Mayang Puspita yang kebetulan ada di dekat saya. Ia bilang bahwa ini adalah kesempatan yang pantang untuk dibuang, namun juga bilang bahwa Jakarta itu kejam. Kemudian saya update status di Facebook yang intinya meminta petunjuk (ciee) dari teman-teman saya, siapa yang bisa membantu saya di Jakarta? Alhamdulillah, memang dasar teman-teman saya baik, akhirnya saya berhasil mengumpulkan nama-nama teman saya yang berada di Jakarta.
Okay, saya hubungi mereka satu per satu. Akhirnya satu masalah teratasi. Next problem, saya musti ijin keluarga, terutama Ibu saya - yang masih bekerja di negeri Jiran. Beliau sangat khawatir dan pada awalnya tidak mengijinkan, maklum, sebelumnya saya belum pernah sekalipun pergi jauh ke kota lain, apalagi Jakarta. Singkat cerita, beliau memberikan ijin (sekaligus ongkos, hehehe) untuk pergi ke Jakarta.
Sabtu pagi (10/09/2011) saya membeli tiket KA Matarmaja di stasiun Blitar. Bahagianya, tiket untuk keberangkatan hari itu habis. Akhirnya bisa ditebak, saya membeli tiket dari calo. Harga yang seharusnya hanya 47 ribu, membengkak hingga empat kali lipat, 175 ribu. Tak apalah, demi sebuah mimpi.
Departure, September 10th, 2011: 18 Hours on Train
Beberapa jam setelah mendapatkan tiket, saya pulang untuk packing. Hebatnya, saya hanya membawa 2 stel pakaian, satu untuk harian, satu untuk interview.
Di dalam kereta selama 18 jam, banyak hal menarik yang saya jumpai. Salah satunya adalah ibu-ibu bawel yang bersitegang dengan penumpang yang lain gara-gara si Ibu nggak bisa ke toilet. Banyak penumpang yang tak mendapatkan tempat duduk (termasuk saya) yang berjubel di depan pintu toilet (ini saya tidak termasuk, haha), nah, si Ibu yang sudah kebelet itu bingung karena tidak bisa menggunakan toilet.
Selain itu, selama perjalanan dari Blitar sampai Cirebon, saya disuguhi tontonan menarik sepasang remaja yang dimabuk asmara bermesraan di depan mata saya. Phew, alih-alih berkelana menghapus rasa sakit hati, pemandangan ini malah bikin hati saya tercabik- cabik, mereka mengejek sayaaaaaaaaaa! Yah, tak apalah, nasib seorang jomblo baru.
Selama perjalanan itu pula, total saya menenggak minuman berkafein (dalam kasus ini Indocafe Coffeemix) kurang lebih enam gelas plastik, plus dua Pop Mie berhasil masuk ke perut saya, tidak termasuk kalengnya.
Yang paling membahagiakan tentu saja ketika saya harus berdiri dan duduk beralaskan koran mulai dari Blitar hingga Cirebon. Yah, namanya juga kelas ekonomi. But, saya bersyukur ketika sekitar jam 11 siang sampai juga di stasiun Pasar Senen. Disitu saya dijemput teman saya, Fiki Hernawan, yang sudah hidup di Jakarta selama enam tahun terakhir.
Day One, September 11th, 2011: Hot Hot Hot
24 tahun saya hidup di muka bumi, baru kali ini saya merasakan cuaca yang sangat panas. Ditambah dengan padatnya kendaraan, manusia, debu, dan jin yang ada di Jakarta, saya merasa benar-benar seperti ayam panggang yang masih berbulu. Bersama si Fiki, untuk pertama kalinya dalam hidup, saya naik Busway, entah jurusan mana. Kesan pertama saya, ternyata bus Bagong jurusan Blitar-Tulungagung masih jauh lebih nyaman.
Sepanjang jalan menuju mabes Fiki, dasar udik, saya sedikit tercengang melihat gedung-gedung tinggi di Jakarta. Monas, BCA Tower, Hotel Indonesia Kempinski, Grand Hyatt, dan tentu saja, kemacetan lalu-lintas yang tiada dua di Indonesia.
Grand Hyatt Hotel, Jl. MH. Thamrin |
Akhirnya kami berdua tiba di Mabes, ruang FCC (Fire Control Center) Grand Hyatt. Disana, beberapa manusia berbahasa ala sinetron di tipi-tipi menyambut kedatangan saya (mungkin). Mereka adalah rekan-rekan kerja Fiki. Setelah meletakkan ransel seberat 15 ton, saya mandi. Kemudian ganti baju Juventus pinjeman dari Fiki, kemudian tidur sampai sekitar jam 4 sore.
Malamnya, ketika saya masih trainlag (istilah baru lagi), saya mengunjungi teman saya yang lain, di daerah Mampang, Jakarta Selatan, Doddy Widanto. Setelah sempat mencari-cari dan berjalan kaki kurang lebih 2km-an (lebay ini), akhirnya kami menemukan tempat kost si Doddy. Disana, Alhamdulillah, layaknya teman lama semasa SMP, kami disambut dengan baik. Thanks, Dod. We owe you one.
Pulangnya, kami cari makan di daerah Kebon Kacang, kemudian nongkrong di Bundaran HI sampai pagi, sambil ngobrol ngalor-ngidul. Oke, kemudian tidur, prepare buat interview besok pagi-nya.
Day Two, September 12th, 2011: MRA Media Group
Hari kedua di Ibukota, Senin, adalah hari besar dalam sejarah hidupku. Untuk pertama kalinya saya masuk gedung Sarinah (maklum, udik). Masih diantar Fiki (takut ilang dijalan), saya masuk gedung dan naik ke lantai 8. Sesampainya di lantai delapan, Fiki balik karena musti kerja. Saya ditinggal sendirian. Dengan mengenakan kemeja lengan panjang yang dimasukkan rapi ke celana hitam kain, memakai ikat pinggang pinjaman, 'nyangking' tas laptop hitam, saya benar-benar seperti si Bolang, si Bocah Ilang.
Setelah lapor ke sekuriti, saya diberi formulir calon karyawan MRA Media untuk diisi. Sembari mengisi, sambil celingak-celinguk karena merasa salah kostum, saya kaget (lagi-lagi karena udik) melihat orang-orang yang biasanya hanya saya lihat di tipi, eh, seliweran di depan saya (tak perlu sebut merk, karena saya lupa siapa nama mereka, hehehe). Untung saya tidak seperti orang-orang yang biasa nonton di barisan paling depan di Inbox, Dahsyat, dan LipSync Show yang lain. Kalau saja saya sejenis mereka, mungkin saya langsung popping dance di lantai.
Me at one of the highest building. Starwood Hotel. |
Setelah selesai mengisi form, tiba giliran saya untuk interview. Bersama dua makhluk cantik, mbak Metta Irshad dan mbak Dini (atau Dina ya). Singkat cerita, saya selesai interview.
Disitu saya baru tahu, bahwa MRA Media Group ini memiliki banyak sub-sub unit seperti majalah dan radio-radio. Tak cuma Hard Rock FM, tapi juga radio-radio beken lain seperti Trax FM, Cosmopolitan FM, i-Radio, dan Brava Radio.
Usai interview, saya kembali naik kopaja menuju mabes di bawah gedung Grand Hyatt, FCC.
Di hari ini pula, untuk pertama kalinya (lagi-lagi), saya naik ke lantai 51 sebuah gedung bertingkat. Tepatnya di gedung (calon) hotel Starwood yang akan diresmikan 27 Januari 2012 mendatang. Keren. Sangat tinggi, saya hampir bisa melihat seluruh kota Jakarta. Credit for Fiki Hernawan for taking me there.
Malam harinya, seperti biasa, cari makan, mengunjungi kakak ipar si Fiki di Kebon Kacang, kemudian nongkrong di Bunderan HI. Sampai larut malam lagi. Oh iya, saya juga berhasil mendapatkan jersey away Chelsea FC di Mall Thamrin City!
Day Three, September 13th, 2011: Going to West Jakarta
Di hari ketiga, saya diajak si Fiki ke kantor-nya di wilayah Kebon Jeruk, Jakarta Barat. Kali ini kita naik motor. Seperti biasa, hari-hari di Jakarta, walaupun macet dan panas, saya sangat menikmatinya.
Setelah nongkrong di Bunderan HI sampai pagi, kami pulang ke mabes dan langsung nonton pertandingan Liga Champions: Barcelona VS AC Milan. Seru! Karena nonton bareng sekuriti, polisi, gegana, semuanya ngumpul di ruang FCC. Ceritanya nobar, sambil belajar jadi komentator. Sampai akhirnya saya tak sadar kalau ketiduran.
Day Four, September 14th, 2011: Kembung's Day
Mungkin hari inilah hari terburuk saya selama di Jakarta. Saya masuk angin, alias kembung (dalam bahasa Jerman). Ya begitulah orang masuk angin, perut rasanya dipelintir-pelintir jadi molen pisang. Benar-benar bahagia!
Berbagai cara saya lakukan. Membeli sprite, Mylanta, antangin, semua untuk membuang angin di perut. Hasilnya, fifty-fifty. Setengah-setengah.
Dalam kondisi masih kembung, saya diajak Fiki mengunjungi temannya di wilayah Tebet. Dalam perjalanan naik motor itu, saya melewati tugu Pancoran. Saya baru sadar, saya bingung dengan pose patung orang diatas tugu. Apa dia sedang berenang, minta tolong, atau sedang berselancar?
Ketika sore hari saya masih di Tebet, bapak saya menelfon dan menyarankan saya untuk pulang saja, pengumuman jadwal Psikotest ditunggu di rumah saja. Saya sih oke, dan memutuskan untuk pulang sajalah dulu besok. Eh, ketika sampai di mabes FCC grand Hyatt, saya dapat telfon dari MRA Media yang menanyakan kesediaan saya untuk menghadiri psikotest besok. Alhamdulillah, akhirnya, saya prepare buat psikotest besoknya. Hal pertama yang saya persiapkan adalah, membeli ikat pinggang alias sabuk! Hehehe, saya lupa bawa dari rumah.
Sebelum tidur, nongkrong dulu di Bunderan HI. Sampai pagi. Dan saya lupa, bahwa besok masih ada jadwal psikotest.
Day Five, September 15th, 2011: Psychotest, The Last Day in Jakarta
Akhirnya jadwal psikotest tiba. Jam 9 saya mandi, kemudian berangkat ke kantor MRA, gedung Sarinah lantai 8. Kali ini saya sendirian, naik kopaja juga meskipun tidak jauh. Dan Alhamdulillah, saya selamat sampai tujuan tanpa nyasar dan ilang.
Disitu, saya bertemu dua kompatriot saya yang mengincar posisi yang sama. Satu cowok, satu cewek, dua-duanya asli Jakarta, dan saya lupa nama dua-duanya. Setelah sempat saling diam tak menyapa selama setengah jam, akhirnya suasana cair ketika kami bertiga saling berkenalan dan ngobrol. Mereka berdua kaget bahwa saya datang langsung dari Blitar, jauh-jauh hanya untuk interview. Saya bingung, harus sedih atau bangga mendengarnya. Hehehe
Psikotest-nya cukup lumayan menguras tenaga. Padahal tidak ada kegiatan fisik selain menulis, tapi saya merasa capek karena soal-soal itungannya.
Sepulang psikotest, saya langsung memutuskan untuk pulang dulu ke Blitar. Maklum, 'sangu'-nya sudah menipis, pun pakaian gantinya tidak cukup untuk stay di Jakarta lebih lama lagi. Untung pihak MRA memberi tahu bahwa pengumuman hasil psikotest ditunggu maksimal dua minggu lagi, jadi untuk sementara saya bisa menunggu di kampung halaman.
Setelah pamitan Fiki, dan Ia memberi saya ongkos pulang (sumpah, nih my bro baik banget), saya naik taksi menuju stasiun pasar Senen. Setelah membeli tiket, Alhamdulillah tidak lewat calo dan dengan harga normal. Saya pulang ke Blitar. Berangkat dari pasar Senen pukul 2 siang.
Back Home: No Sleep on the Train, 15 Hours
Tak seperti perjalanan berangkat, perjalanan pulang kali ini saya cukup nyaman karena mendapatkan tempat duduk di KA Matarmaja. Tak banyak cerita, karena saya mendapatkan teman seperjalanan yang seumuran dan nyambung diajak ngobrol. Meskipun sepanjang perjalanan, dia tidur. Saya ngopi, ngerokok, dan ngisi TTS. Mendengarkan album Nightmare - Avenged Sevenfold - sepanjang perjalanan, dan tidak tidur. Sampai di Blitar jam 5 pagi. Dijemput bapak saya tercinta, langsung saya nyium kasur dan bablas sampai jam 1 siang.
Sekian, cerita saya. Maaf kalau tidak menarik. Hanya ingin menulis catatan saja kok. Hehe. See ya, Jakarta. I hope I'll be back to ya.
NB: Jangan menjadi angkuh dan takabur ketika anda menjadi 'tokoh' di tempat anda berasal. Di luar sana anda bukanlah apa-apa. Diatas langit, masih ada langit.
Ceritanya keren ;) Tapi yang paling keren Statement yang paling bawah itu :D \m/ hehe..
ReplyDeletethe best igo....bavanya bisa senyum2 sendiri...hehehe so sukses selalu ya...
ReplyDeleteIka: Yeeeaaaaah, meskipun (mungkin) nggak nyambung dengan jalan ceritanya, penekanan yang terpenting ada pada pesan terakhir itu! Hehehe
ReplyDeleteAnonymous: thanks, nonymo... Bava? ketawa? Hehehe... (padahal ndak paham maksudnya...)
ReplyDeletekebelet ngentut,pipis,pub dll baca cerita lo bro,..but kereeeen
ReplyDeletekidid: Abang kalo kebelet ya kebelet aje, bang.. Kagak usah diempet, jangan lupe bawa botol ye...
ReplyDelete