Seperti
yang saya tulis di artikel sebelumnya, (kalau ada waktu) saya akan menulis
tentang pengalaman pertama melewati bulan Ramadhan di pulau Bali .
Sebenarnya saat menulis ini, waktu saya juga nggak banyak-banyak amat, karena
ini jam kerja. Rehat sebentar lah, nge-game terus bosen... #eh
Oke.
Jadi begini. Kalau nggak salah hitung, hari ini (30 Juli 2012) adalah hari kesembilan
saya menjalankan puasa Ramadhan. Hebatnya, nggak ada yang bolong! Heuheuheu.
Inget dulu pas masih di Jawa, setannya lebih ganas, lihat es degan langsung
ngajak 'mokel'. Nggak tahu kenapa, mungkin karena beda setan atau karena saya
sibuk kerja, gangguan atau godaan utama saat puasa di Bali
bukan makanan atau minuman, tapi 'pemandangan' alam dan 'sekitarnya'. Bu
Ustadzah bilang sih mata jelalatan bisa membatalkan puasa. Nggak tahu, apa mata
saya jelalatan atau sekedar berolahraga ringan.
Warung sate langganan buka Puasa. :) |
Berbeda dengan di Blitar (atau di
Satu
hal yang membuat saya senang adalah adzan. Kalau diluar bulan Ramadhan, jarang
sekali saya mendengar suara adzan kalau nggak pas lewat depan masjid (dan pas
adzan). Selain itu, musholla tempat saya shalat Tarawih setiap malamnya selalu
ada orang yang baca atau khataman Al-Quran, walaupun nggak pake toak atau
pengeras suara.
Kesimpulan di 10 hari pertama adalah: HEBAT. Toleransi
beragama disini (Bali), menurut saya, adalah yang paling baik dibandingkan
tempat lain di Indonesia. :)