Tuesday, September 27, 2011

Demam BoyBand Korea: Hilangkan Identitas Anak Bangsa

Baiklah- lagi lagi saya harus menulis tentang sesuatu yang mungkin bisa membuat saya dibenci banyak orang. That's OK, 'cuz I just want to share my OWN opinion. Tanpa maksud untuk mengintimidasi, mengejek, menjelek-jelekkan, atau memiliki maksud buruk terhadap pihak manapun. B)

Kali ini saya ingin berbagi tentang sikap dan pendapat saya terhadap 'sesuatu' yang sedang mewabah dan menjangkit hampir semua remaja di Indonesia, terutama kaum hawa. That's right, Korean BoyBand, K-Pop, dan sejenisnya.

Mungkin judul diatas terlalu ekstrim, tapi saya memutuskan untuk memberi judul artikel seperti diatas bukan tanpa dasar. Tentu saja saya melihat dari apa yang saya lihat, saya baca, dan saya dengar dari lingkungan sekitar, entah itu situs jejaring sosial, internet, maupun media-media lain.

Banyak boyband Korea (Selatan) yang memiliki fanbase tersendiri di tanah air. Sebut saja Super Junior (SuJu), SHINee, dan lain-lain (saya paling sering dengar yang dua itu, hehe :)) ). Banyak remaja, khususnya cewek, bermimpi bisa bertemu para idola asal negeri ginseng itu. Bahkan ada yang berharap bisa menikah dengan salah satu personil boyband pujaan. Parah.

Lalu dimana hilangnya identitas anak bangsa?

Oke, diawali dengan munculnya boyband-boyband 'tandingan' yang berasal dari bumi pertiwi. Yang paling fenomenal, karena menjadi yang pertama, tentunya adalah Sm*sh. Sangat jelas bahwa boyband lokal satu ini ter-influence (kalau istilah menjiplak terlalu ekstrim) boyband-boyband Korea. Diawal kemunculannya, Sm*sh banyak memancing pro-kontra dari masyarakat. Tak perlu saya jelaskan lebih panjang.

Lantas, setelah pintu dibuka oleh Sm*sh, makin banyak orang-orang asli tanah air mulai membentuk boyband dan girlband yang berkiblat ke negara Asia timur itu. 7 Icons, HITZ, Cherrybelle, Max5, dan apa lagi ya? Semuanya berlomba-lomba untuk menjadi boy/girlband paling mirip dengan yang asli Korea. Itulah mengapa saya menyebut anak bangsa seperti kehilangan identitas-nya. Mereka seperti meng-Korea-kan Indonesia.

Hal ini diperparah dengan fakta bahwa banyak dari fans (saya lebih suka menyebutnya groupies) boyband Korea sampai rela 'mengganti nama' asli mereka dengan nama-nama ala Korea. Terutama di situs-situs jejaring sosial, baik Facebook ataupun Twitter. Contoh: Paijem jadi Pa Jem Joong, dsb.

Rasa bangga menjadi orang asli Indonesia di diri para remaja groupies band Korea, menurut saya, sudah hilang entah kemana. Meski begitu, mungkin saya masih bisa memaklumi, karena orang bilang - masa remaja adalah masa yang paling labil. Semoga rasa bangga sebagai anak bangsa tidak pernah terkikis oleh apapun. Peace.

2 comments:

Tulis apa yang ingin kamu tulis:

Powered By Blogger